meski harus merangkak
terendam dalam rawa
aku tetap lantang teriak pada engkau
wahai berhala-berhala
“kafirku untukmu!”
dan meski dada kerempeng
berhias sabetan belati
berkawan tangan yangbuntung
termakan rayap
aku tetap lantang teriak pada engkau
wahai berhala-berhala
“kutuklah aku”
atau engkau sendiri yang teriak:
“kafirkanlah aku dengan kutukan-mu!”
puisi di ‘persembunyian’,
pampang 2 makassar, 15 juli 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
karena kata adalah perisai
silahkan menyelimuti 'diri anda'
dengan perisai yang rasional, berbudaya dan senantiasa tidak bertentangan dengan pancasila & uud 45
...daripada dituduh makar??