23 September 2008

Hari ini Melawan, Esok Siap Dibekali Kafan (Mantra Tolak Takut)

darah...
darah dan airmata
sudah habis kutumpahkan
di penyesalam yang kemarin
dan sekarang...
sekarang jika engkau ingin melihat
wajah-wajah ketakutan berderai airmata
takkan lagi bisa kau saksikan
dari wajahku
pun dari wajah rakyatku
yang selama ini kau hantui setelah kau tindas

detik ini, gelombang kesadaran
dan roh nabi-nabi telah merasuki
tulang dada kami
tembok baja sekalipun akan kami tabrak
bahkan kematian akan kami lawan

darah..
nyawa...
darah dan nyawa ini bukanlah milik kami
juga bukan milik kalian
ini titipan Ilahi-Maha Pemilik
dan jika engkau masih saja jadi duri
penghalang gelombang kesadaran ini
akan kusiapkan diriku
akan kami siapkan barisan perlawanan
yang tak kenal mundur biar sejengkal

hari ini kami berkata tidak untuk penindasa
itu berarti esok kami siap dibekali
kafan

15 April 2003
(dibacakan ke-2 kalinya di rektorat Unhas, saat "preman" mulai meng-gertak)

kata mati

aku sudah lama mati
menghidupkanku
hanya akan jadi lakon horrible

dan bagi yang telah lama mati
tak ada ketakutan
selain hidup kembali

Makassar, September 2008

1 musim 1 cerita

dalam terang
aku tak berani senyum
aku takut kelam marah
melihatku berselingkuh
dengan matahari

dalam sunyi aku takut berbisik
kudengar semalam
keramaian mengintaiku dengan tatapan makar

biarlah aku terapung di sela-sela
belukar harapan
karena duri -pun jika diasah
ampuh menjebol kuasa yang perawan

satu musim
satu cerita

Makassar, September 2008

Promotheus

menapaki tangga-tangga langit
tak kutemukan namamu
di buku tamu
seperti pelangi
keindahan adalah akhir kisah-mu
kaukah bocah yang didustakan itu?

Makassar, September 2008

.......

rintihan dan tangisan harus disembunyikan
sebab di wajah bumi
pemelasan tidak pernah mendapat tempat
hanya sangsakala satria yang mendapat tempat
hanya sangsakala satria yang mampu
mengubah wajah dunia.

Apa kabar hari ini sahabat..

(anonim)

Ramalan Cuaca

pagi ini
hujan takkan datang
semalam
aku dapat sms dari langit
awan pisah ranjang
dengan mendung

Makassar, 10 September 2008

dostoyevsky

lihatlah
gelanggang telah sepi

pandawa tertidur di pangkuan kurawa
kurawa tertidur di pangkuan pandawa

iblis
ada
malaikat
tersenyum
haru


Makassar, 10 September 2008

08 September 2008

katamati: Engkau, Pilihanku yang Terakhir

katamati: Engkau, Pilihanku yang Terakhir

me-latah

ayo kita sama belajar gila
sebelum bermimpi
meraba tanda zaman
dengan bisikan mesra di kuping rerumput kering
pada kumpulan prihatin
yang melata di ujung mata

ayo kita sama melata
mengendusi watak reptil
dengan bisikan gairah kebaruan
pada perjalanan tanpa akhir

ayo makhluk gila yang melata dan dihinakan langit
bersatulah menghapus dosa
karena esok milik siapa saja
termasuk kita
yang belajar gila
dan melata

stop! jadi bangsa pengutang

subsidi untuk rakyat terkikis perlahan di depan mata
kosakatanya pun mulai pudar di kamus anggaran
rakyat tak boleh manja-katanya
rakyat tak boleh cengeng karenanya

biarkan rakyat belajar berdagang
memperdagangkan moralitas yang nyatanya memang telah tergadai
kepada rentenir
kepada kapitalis-kapitalis laknat

stop! kurangi dan hentikan subsidi rakyat
jual apa yang bisa dijual
janjikan apa saja yang bisa diobral
asal kita bukan bangsa miskin
asal bantuan tetap mengalir
asal rakyat tetap sabar tak banyak omong
asal stabilitas tetap terjaga
asal-asalan…
kita pasti masuk surga
ya tentu surganya bangsa kere

bantuan luar negeri-pembangunan-demokratisasi
itu utang luar negeri yang harus dilunasi
secepatnya atau teken kontrak lagi
tambah utang – tambahkan waktu
kepada mesin-mesin raksasa negara kapitalis
menguras bumi tebangi hutan
dan menggerayangi gadis-gadis perawan desa?

stop!
berhenti jadi bangsa pengutang
robek saja kontrak yang tak pernah diteken dan dinikmati
nenek moyang pejuang kita
bukan utang anak cucu kita
tapi utangnya pedagang bangsa
utangnya kaum yang memelihara penjaga
pagar berkawat kejam
utang dari membeli senapan pembunuh rakyat

stop!
berhenti jadi bangsa pengutang
karena bumi ini kaya raya

rakyat pun kuat bertani
biar tak makan keju
cukup singkong bakar di perut
asal pabrik-pabrik milik sendiri
asal sekolah-sekolah milik sendiri
asal jangan mengutang lagi padarentenir-rentenir kapitalis
rakyat pasti temukan surga
memerdekakan surga yang telah mereka pindahkan
dari kepala-kepala kaum timur

stop! jadi bangsa pengutang
atau berhenti jadi bangsa
menjadi bangsat

bulukumba, 2 november 2005

raungan martir

tunggal aku berdiri pada esa-nya
kokoh tak-kan terbelah
tak ada keluh
tak ada penyesalan
sebab jihad adalah nurani perjuangan
meski angin berhembuske lain arah
pantang berpihak pada berhala sesat

hei rezim haram jadah
serapahmu adalah pemantik darah muda
kukobarkan perlawanantak kenal usai
aku melawanmu!!!

hei rezim terkutuk
penggal kepalaku
alirkan darahku untuk hijau dedaunan
yang kurus terisap
hingga kami bergemeretakan
menyongsong sabda putih revolusi
maka jeritan itu tak sia-sia

pondokan tak bernama-makassar, 20 juli 2004

di pengasingan aku masih teriak lantang

aku ingin meremukkan matahari
dan mencampakkan baranya biar bumi jadi beku
bekukan darah yang mendidih marah
marah yang tak tertumpahkan

aku ingin mengencingi rumah tuhan

hinggamereka jijik menyembah-nya
dan menjambakku seperti kecoa
kecoa yang tak lagi geram dengan penindasan-pengisapan
hingga mereka jijik pada tai mereka sendiri
dan membelah perut-perut buncitnya sendiri
diri yang tak lagi memiliki tumpukan jasad
hingga mereka tak lagi berbakat maling

aku ingin merobek-campakkan sayap lalat
biar tak ada lagi kabar busuk
dari mulut-mulut busuk yang didandani janji1001 malam

yang nyatanya adalah tai dan omong kosong

aku ingin jadi diri yang tak dimiliki siapapun
oleh apapun yang menjual
membeli, mengklaim, memfitnah
biar diri-diri yang lainnya

tak lagi ragu
satukan diri ceraikan kesendirian
pada barisan tegar yang menabrak duri
tanpa segan singkirkan tirani kafir

aku ingin secepatnya tak lagi ingin dalam harapan
dalam impian hingga berontakku

berontak kami
temukan jalan sepanjang makna
atas nama nafas yang menanti mati

makassar, 14september 2005

terlipat dalam gulungan

masa sudah parau memanggil kata
di tua-keriputnya alur yang kemarin
untuk memenggal warna yang tak se-ibu

ini dunia dahaga
dunianya mustadh’afin yang menanti percikan api berontak
disulut ke bumi tanahberpijak
sambil berayun di tali langit – lauhul mahfuds

sabarlah
pendamlah birahi mudamu
sebab kawanmu masih terlipat dalam gulungan
cetak biru yang merekahkan bara menjadi nyala
di padang gembalaan cita

yakinlah
duniamu menjemputdamai

makassar,30 januari 2005

pahlawanku kurus-dekil

dengan asap tersembul dari mulut
yang hitam-bau
dengan pena pinjaman dari kawan
sesama miskin
mencoret-coret abjad
memainkan aljabar takdir

dia kawanku
pahlawan tak bermedali
yang membaca takdirnya dengan jujur
sebelum pulang dan berendam di sumur asal

dia kawanku
pahlawanku yang kurus
dekil
tak mampu beli air yang terjual
tanah yang terjual

dia kawanku
yang miskin
karena menolak dijual
atas nama cinta
selain-nya

makassar, 2januari 2005

yang tersisa oleh penggusuran

malam menyentak kusunyi
tanpa deringan sirene yang kemarin
mengoyakkan telinga-hatiku di atas ambulans
yang disertakan patroli
12 orang terluka 1orang meringkuk
di ruang interogasi
pengap

malam menyentakku geram
memandangi kelilingan tubuh gelandangan
yang ditambah kawannya siang tadi
setelah pak hakim mengetuk-ngetukkan palu
dan disambut derapan kaki polisi yang mirip
herdernya
berkepala
dengan otak yang mengetuk-ngetukkan jarinya
di sela-selakalkulator sehabis menghitung omset
yang ditulis di balik lembaran urban licin-kemilau

aku gerah tak bisa tidur di negeri bangsat ini
karena di gedung dekat ujung hidungku bursa keadilan melelang roh-ku
yang telah dipentungisi kumis
yang telah dimantraisi jenggot
hingga pagiku diusik lapar

kawan
malamku telah dirampas tahajjudku telah tergusur
ta’da lagi do’akhusyu’ semilir pun menghilang
hingga yang tersisahanya puing
kardus tidur gelandangan baru
dan letupan napas birahi perlawanan

bulukumba, 21-23 januari 2005

mantra-mantra revolusi

kusatukan satu
lalu kupatuhi jalanku
bergemuruh di barisan tak berongga
menggertak terompet perang

makassar,januari 2005

darikades sampai presiden*

pajak dari rakyat
suara oleh rakyat

tapi…
kemerdekaan
masihkah untuk rakyat?

sudahlah
jangan ngigau
padi itu memang dari rakyat
sarden itu memang dari tambak rakyat
tapi kembalinya pada rakyat
tinggal ampas
tinggal tulang

karena dagingnya
sudah dikelupas
oleh perut buncit tak kenal kenyang

sudahlah
jangan pura-pura kaget
kita semua paham
meski pancasila masih terpajang
di museum
di wc
pengisapan
korupsi
masih menggerayang

dari kades sampai presiden

makassar,2 januari 2005
*dukacita klepto-raya indonesia

panggilan masa

1

langit memerah, usap matamu bangun
lekas ambil air siramkan pada dedaunan
segar
dengan atau tanpa qunutmu
lalu kokohkan kaki singkirkan tikar
bangkit!!!

…..

2

si bulat panas enggan ke dingin
redupkan teriknya di kulit gosong
tekuklah lututmu
lalu tundukkan kepala sungkemi bumi
sujud…..

…..

3

renta tersambut kelam
mengaduh lirih dengan berkicau
duhai sang uzur, kiranya mati kapan menjemput
sebab hamba tak lagi ragu
darah penghabisan
kami haturkan
lakukan itu tanpa bencana


pampang 2makassar, 15 juli 2004

pusaran

kosmos
titik-titik
kecil-besar
di mana kau
berdiri

untuk satu yang pusat
kau tenggelam
atau melayang
di pusaran
semestanya

lautan raya, 12 agustus 2004

nyamuk

dosa apa menggadai cerita nyamuk
sehingga membencinya sekejam nista
ataukah malah cinta padanya?
tentu saja dengan asap
pertanda dupa menyiram bara

nyalilah wujud bicaramu
untuk menggoreng segala mentah
sambil mengisap rokok di punggung lintah
arungi comberan penuh jeritan
luka….

usirlah….
asap itu dari hidungmu dengan tepisan
biar jauh bau pengusik
sebab kita semua bernyali nyamuk?

makassar, 3 desember 2003

saung

ucapkan sekali lagi
resahan cinta setulus pagi
yang mengantarkan terik membakar peluh
didihkan daun di taman merdeka rakyat berpesta

gigit sekali lagi bibir telungkup-teratas
biar tak jera melepuhkan kata
revolusi tiada akhir…!!!
sebab pesan itu pasti bergema
dari bukit ke lembah pengatur kaki setelah risau
bersambut pekikan…rakyat!!!!!

makassar, 6 desember 2003

tak bersarang

rajawali mengangkasa
terbang mencari dahan
sambil kenali ranting berpucuk hijau
sisakan badai di kepakan sayap
geram….
cengkram sepi

tapi hujan memaksa berlindung
pada rimbun
sambil kenali reda prahara hati
menunggu jelmaan medusa
datang menabur janji
berleha-leha di rakit
bersangga ombak

duhai…sarangku
lirih rajawali meratapi pagi

ramsis unhas makassar, 5 juni 2004

berhala-berhala (sabdaku)

meski harus merangkak
terendam dalam rawa
aku tetap lantang teriak pada engkau
wahai berhala-berhala
“kafirku untukmu!”
dan meski dada kerempeng
berhias sabetan belati
berkawan tangan yangbuntung
termakan rayap
aku tetap lantang teriak pada engkau
wahai berhala-berhala
“kutuklah aku”

atau engkau sendiri yang teriak:
“kafirkanlah aku dengan kutukan-mu!”

puisi di ‘persembunyian’,
pampang 2 makassar, 15 juli 2004

mulut terbekap misai

lihatlah potret yang menjuntai
dari kaki langit lembah harapan
bercerita tentang bayonet
di ujung ujaran
tak segan
pada malu
yang selaiknya semua bermilik

seringai pun tak jadi perkara
ketika misai jadi bemper
tak biarkan lemper
melepuhkan hasrat
sebab tutur
mesti terolah baku

lihatlah misai itu
membekap mulut
erat berpadu
dan bau busuk terhalang
sudah uzur
untuk bebas bercumbu bangkai

tamalanrea-makassar,31 oktober 2003

sabda putih

ketika sabda telah tiba
cairlah segala beku
runtuhlah segala tembok kesombongan
dan mengalirlah sungai kering
dari ladang ke rumah raksasa

sebab itu jangan ingkari
datangnya rusuh sembilan hitungan
sebab jika pasar ditata semrawut
maka pipit berkicau ramai

sambutlah…..
songsonglah sabda itu
dengan keraguan mendalam
kemudian kokoh yang menghunjam
di teriknya revolusi membakar daun
untuk makanan esok

makassar, juli 2003

kedengaran indah

di sini negeri dongeng
yang menumbuhkan tongkat jadi tanaman
sebab subur katanya indah
sebab syukur katanya ikhlas berkata

di sini negeri impian
yang mana nyawa tak jadi soal
yang melayang setiap saat
sebab perut lebih utama
kemudian syahwat

aku bukan penduduk negeri
sebab mereka
tak merelakanku mengusik
dengan syair di air gurun
lagu merdu kedengaran indah

makassar, 28 agustus 2003

sekarat

aku berpuisi dengan luka
di kepala yang nyaris memar biru
tak merata
hangus

kutatapi jendela
nyamuk menembus kasa
mengisap
kemudian mencampakkanku di langit-langit
aku sekarat

lima menit lewat delapan detik
kupapah diriku dengan seretan
seutas rotan
meski isi perutku membuncah
tergenang keluar dari pembaringan
tetap terinjak kaki kiriku oleh kaki kiri
yang lain

lima menit
lewat delapan detik
aku sekarat

ramsis unhas tamalanrea-makassar, 17 agutus 2004

akkhh…!

katakan dengan jelas jangan bergumam
sebabkita bukan kecoa
yangtak mesti bersorak setelah kenyang

katakan dengan jujur
tentang teriakan itu
jangan pendam dengan gelora
sebab mencangkul adalah doá kepada alam
untuk keselamatan perjuangan

katakanlahitu sekarang

makassar, 18 agustus 2005

bodoh…!!!

dari kemarin kita sama maklum
si merah cari uang
dengan bijak

dari kemarin
dengan bijak kita setor upeti
untuk si merah yang pintar
atas nama kewajiban
kemudian hak

aku inginkan diriku bodoh
tentang latar keadilan
pada dialog pembebasan
pada si lurus yang patah
di tikungan

dengarkanlah hari ini
ketika
si musang tertawa mengakak

makassar, 13 agustus 2003

menapak hening

dari jauh ia memberi
debat tentang dekat mendekap
dalam
hati yang menggenggam
lirih dalam barisan
di hening resah
dalam
tapakan rindu yang mengoyakkan

bulukumba, 19 agustus 2003

duduk-duduk

ada tangga bertingkat
naik-turun
lalu kembali ke latar

dengan abu rokok
dan kopi
tukar berganti
dalam kesamaan nasib

ini dunia penyitaan
atas sibuk hilir-hulu
setelah bosan disantap masa

kampus unhas-makassar, 28 desember 2004

akubenci elitisme

oligarki…oligarki
segelintir binatang bermufakat jahat
selewengkan kuasa yang dititipkan massa rakyat kepadanya

oligarki…oligarki
segelintir elit tertawa menang
senang melihat rakyat bersabar
dalam kemiskinan
dalam pembodohan

oligarki…oligarki
pemilu bohongan partai penjahat
merajut janji mengobral mimpi-mimpi
yang nyatanya bohongan
sengsaralah rakyat oleh sistem keblinger
dan pilihan yang tak banyak

jadilah aku benci elitisme
yang lupa daratan
lupa rakyat
lupa keterlupaannya

bulukumba, 1 november 2005

rapat-rapat

ha..ha..ha
mereka tertawa

hi..hi..hi
ada yang cekikikan

hrrghk…hrrrghk….
pun tercekik

suara-suara
gemuruh

dan kilat
pun bersekongkolpetir
dalam cekikan
cekikikan


makassar, 23 desember 2004

kawan, datanglah!

kau di mana
aku rindu
ingin berpelukan
dan mengakrabkan cacing-cacing
di perut kita

kau kemana saja
menghilang seolah tak berbeban
kawan, datanglah!
atau aku yang mendatangimu

makassar,november 2004

kaum miskin, majulah !

biarkan matahari merah
melepuh dalam bara
dan kulit-kulit terbakar gosong
menanti rerumputan marah

beras-beras yang terbagi di pembuangan
perut kempis teratur
jelas, itu maunyarezim

bangkit!
telan bara itu dengan nadimu
dan ikhlaskan dirimu
akrab dengan dosa

makassar, 23 november 2004

lahirkanlah, ibu; puisi untuk ibu

ketuban pecah
rahim terkoyak
tersembullah jeritan si orok
menantang sembilan hitungan
dengan tangan terkepal bulat
utuh

si ibu menyeringai
serigala melolong mesra
menatapinya di balik matahari
dengan birahi
melihat si hijau menetek mesra

jangan….
jangan….
jangan relakan ia diasuh dajjal
yang memasak bubur dengan tangan dekil
yang menciumi budak
sambil tangan membanting kompor
untuk janji 1001 malam

jangan….
jangan…..

lihatlah si orok menolak bapak
karena mulutnya bau asbak
habis sidang di gedung tingkat

jangan…
jangan….
jangan-jangan

makassar, 21 desember 2004 pkl.13.11 wita

matahari ganti kulit

dengan hitungan mundur
matahari mengelupas
ozon menggelepar
dan rembulan megap-megap menyibak mendung

ini perjalanan masa
di mana kita tercekik penjara
tunduk
meski lenguhan sesekali menegur lirih
setelah itu bungkam

lihat, matahari sedang ganti kulit
karena gerah dikerangkeng ambisi

dan kerak itu

pun terbuang
dalam bingkisan tsunami
dalam bingkisan kertas minyak
dalam tumpukan meja hijau

dan koreng itu

pun melepuh
pada dendam

pada birahi alam
yang kemarin tak terbalaskan

lihat, matahari sudah ganti kulit
sekarang lagi berendam
bersama tumpukanroh-roh
yang melayang dengan kaget
mendengar jeritan terompet
pada pengantar doá makan

ini perjalanan masa
di mana kita harus berendam
atau direndam

makassar, awal januari 2005

dengarlah teguran sabda alam

jikalau ini teguran kepada koruptor
kenapa mesti rakyat miskin ikut terseret
mereka kan tak ikut korupsi?
seperti bapak-bapak yang di sana

jikalau ini tamparan
tegakah tangan itu menjamah pipi mungil si bayi
dan keriputnya dahi si tua

tidak..tidak
ini bukan petaka
bukan pula karena kita tidak ber-uang
untuk beli seismograf
atau mencairkan pundi-pundi beku
karena minyak mencekik

ini sabda alam
yang mengambil jatah gizinya
setelah bosan
dikuras…..
dikencingi…..
dandisanjung-manis

dengarlah
teguran sabda alam
jangan lupa sikat gigi sebelum membaca

makassar, 26 desember 2004

menanti pagi yang terang; balada tentara makan tentara

segerombolan rayap menggerogoti tiang bendera
sejarah nenek moyangku
hingga tak lagi tegak
condong ke barat dan nyaris roboh
tali kekangnya pun sudah renggang
oleh rayap-rayap yang bergerombol

segerombolan tentara yang kemarin siang dimaki massa
merayap dengan senapan siap tembak
menjaga demarkasi-mengintai musuh
yang juga merayapterbata dengan bata di tangan
dan sabit di pinggang

tiang bendera tiba-tiba meludah kecut
resah
pilih rebah ke barat menaungi rayapan
bata-sabit?

di pagi yang merdeka
merdeka yang kepagian

makassar, november 2004

coret-coret

hi..hi..hi
hi..hi..hiii…
ihik…ihik…ihik…
ihhik…ihhik
huk…huk…huk
hhuk…hhuk

akkhhh…

tamalanrea-makassar, 23 desember 2004

jum'at berdarah

dari bukit zion
menyala sirene marah
dari moncong terkokang siap memangsa
manusia makan manusia

entah kapan catatan ini terisi
dengan limbah
dengan sampah
dengan sumpah
dengan serapah
pp…..puah

kita memang selalu amnesia
setelah pura-pura insomnia
kalau ini hari jumát tak boleh berdarah
kecuali tuhan menghendaki?

pp…..puah
pahamilah keadilan
ini hari jumát

makassar, 31 desember 2004

meski aku bukan bunga yang takut layu dan tercabut akarnya

meski aku bukan bunga yang takut layu
dan tercabut akarnya
tapi jangan lupa siraman penyegar
di teriknya bara ini kami nantikan
bukan diam, ejekan atau fragmentase

meski aku bukan bunga yang harum
pengisi taman cerita heroik
tapi jangan lupa aku bukan parasit
seperti mereka
yang harus diganyang hingga binasa

meski aku bunga yang tak lagi mekar
perawan
tapi jangan fitnah aku sebagai pelacur
sebab aku tak pernah jadi anjing
yang menjilati pantat bernanah
kaum tiran

meski aku bunga harum
memabukkan
tapi jangan terlena
tertidur
tertipu
oleh fantasi, kenangan dan bualan

makassar, 15 september 2005

SBY Sakit Gigi

...
aduh
aduhai

3 Agustus 2008

Pesta Buah di Rumah Nenek

mangga masih terlalu mengkal
memaksanya cepat ranum,
hanya akan merusak taste
lagian, kita butuh banyak karbit high quality
tapi, menunggu ranum di pohonnya adalah kerja melelahkan
waspadalah,…batman lupa melepaskan topengnya di siang hari.
kita sedang mempertaruhkan darah.
Saatnya mengintai senjadi balik bukit

kutunggu kau di sudut resah

10 Agustus 2008

Engkau, Pilihanku yang Terakhir

dedaunan belum kering dari embunnya
air mata belum lagi terpisah lama dari isakan
ketika engkau datang membawa kabar kehendak langit
melalui sapaan petir di tengah terik matahari
membakar keringat di penggorengan nasib yang tak
kesampaian bahagia

belum cukup rasanya dahaga kerinduanku padamu
atas pergimu setelah kau sedot habis pundi-pundi
harapan
dengan selang bijakmu yang tak kenal janji
engkau datang lagi dengan bisik mesra
sekerat roti demi sebongkah kerelaan

belum cukupkah dakiku kau ambil
demi rautan wajah cantik dan tubuh molekmu
hingga kau datang lagi mengiris keratan daging
bibir mungilku
dengan sejuta rayu janji tentang kebersamaan?

aku merasa seperti seutas tambang yang terkuliti
hingga menjadi lembaran-lembaran cacing tak
bertenaga
terhempas sepoinya angin dunia
tak berpijak tak bernaung

aku memang masih mencintaimu
sangat mencintaimu
tapi perlakuanmu padaku membuatku sesak
dan tak habis pikir dengan persetubuhan kita
yang tak pernah bahagia di ranjang kebersamaan

birahiku meledak-ledak sendiri ketika engkau
dengan angkuhnya berlalu
setelah menabur keriangan di masa muda kita
aku ekstase dalam ketak-terjangkauan klimaks
aku merangkak di tikar ketidak-puasan

aku ingin tetap selalu mencintaimu
tapi sayangnya engkau terlanjur menjadi pelacur
meski aku tetap tak bisa membencimu
karena aku terlanjur menjadi kekasih persetubuhanmu

dengan datangmu membawa kabar kehendak langit
aku tak lagi bisa menimbang pikir
lebih baik aku mati bersamamu
bersama kebinalan janji-janjimu
bersama harapan-harapanku yang tak kunjung tunai

bersama kita bisa mati sama-sama
yakinlah kita semua akan binasa kok

BTN Antara C5/5-Makassar, 16 Mei 2008, 23.53 wita

Adios!?

Adios!

Ini
ucapan ternikmat kepada malam yang telah menelantarkanku di kedinian
pagi. Meski remeh dalam melatahkannya, tak semua mampu menelan apa
yang telah usai terkunyah masa.

***

Seniorita,

Aku
tak terlampau peduli, entah sampai kapan lakon-oral itu menelikung
kita dalam peruntungan takdir yang menjerat. Memang, Tuhan tak sedang
bermain dadu apatah lagi sedang bergaduh menertawakan kejenakaan
bumi. Ia, konon dari kumalnya al-Kitab, malah sangat
care
menelongsorkan tangan-Nya meski harus
membelai duri dan menetaskan ceceran darah dari luka yang telah
dijilati
lucifer,…terkaratkan
dan usai. Maka dari lebatnya kumis
Nietzhe mengalirlah air liur ratapan, tuhan
telah mati. Sekali lagi aku ikut berkabung di redupnya malam,
menjelang pagi yang menghardik pementasan. Tentunya penopengan kita
atas nama ideologi adalah penyandaran
profesionalisme
yang terpahami”, setidaknya dari
perbincangan-perbincangan kita sejak dari terbitnya matahari yang
kemarin.

Seniorita,

Aku
sudah terlampau tabah untuk tidak sering
ber-jejalan
di halte-halte, menghadang truk-truk besar yang konon di dalamnya
terbungkus matahari dengan keju, tawas dan kondom.
Aji
mumpung
memang teramat lembut untuk
dikunyah, tapi itu buat mulut-mulut yang tega mencret tanpa celana
dan membiarkan jantungnya dikunyah
stroke.
Maka kurelakan kakiku menelusuri jalanan panas berdebu, menyinggung
nurani
traffic light
yang banyak dikedip-kedipkan di koran-koran, televisi dan pasar
moral. Aku memilih tak berlabel dan tak berharga ketimbang terjual!!.

Seniorita,

Jikalau
aku bertanya, “mengapa tak kau tepis juga tangan kekar yang
menjamah kemaluanmu itu?”, tegakah
seniorita
menepiskan lagi (tanyaku ini) menjadi
sekumpulan kata prihatin tentang pembungkaman yang didiamkan!?.
Ah…
seniorita, bahasa
kita terlampau pelik untuk lugas dalam kejujuran menjawab pertanyaan.
Basa-basi sudah bukan barang basi lagi. Kan ada
fresher
dan bahan sintetik yang mampu
mengawetkannya. Ditambah lagi dengan operasi plastik serta injeksi
silikon pada kelamin kita. Segalanya menjadi
instant
dalam keruwetan
kabel-kabel sibernasi. Pun tulisan ini
terperangkap di dalamnya.

Tapi
seniorita
,

Jangan
coba-coba ber-milik kehendak untuk berpaling. Lehermu sudah ditumbuhi
paku dan kawat berduri penahan massa berontak. Tak ubahnya
herder,
matamu memang masih sering menjilat
empati tapi syaraf simpatimu telah dijadikan tali jemuran kulit-kulit
domba yang dianggap
deviant.
Aku pun mulai jijik padamu, seniorita.
Sungguh, aku ingin menjambak rambutmu,
tapi tidak sebagai halnya jambakan di masa kecil dulu.

***

Jujur,
aku tak pernah menyangka secepat itu gelombang dera dititipkan oleh
majikanmu, terlebih ketegaanmu menerimanya hanya karena
seniorita
nge-fans
berat dengan Abraham
Lincoln
dan
rindu sayatan tangis.

Aku
sangat kaget
seniorita. Terlampau
sempit waktuku menjamah penyelesaian acaknya
puzzle
ini, sebab pagi sudah mengintai dan
menembakku jatuh. Roboh tanpa label, tanpa harga.

Adios,
seniorita!

Makassar,15 Februari 2005, 04.41
wita

kata pengantar perlawanan; untuk anakku yang senantiasa terlahir dan mencipta

salam damai hanya
bagi revolusioner muda

yang tegar menantang
zaman

kutukan binasa untuk
ketidakjelasan sikap

yang sembunyi di
balik ketiak kekuasaan tirani

laknatullah ‘alaih

ini jimat sakti dari
kawah deritanya kaum miskin-papa

dari jeritan lukanya
petarung tangguh

yang mencengkram bara
kesaksian

kesaksian sejarah
para nabi

ini skripsi ampuh
intelektual pemberontak

yang ditulis di
sela-sela perihnya pedagang kecil disantapi urban-industri

yang ditulis di sela-sela
amukan pentungan aparat pecundang

tentang terkaitnya
makna pada kata

perlawanan ideologis
atas rezim fir’aun, rezim bal’an, rezim qabil

laknatullah ‘alaih

pengantarku adalah
barisan seram

mimpi buruk bagi
tirani

pengiringku adalah
barisan kata perlawanan

tak berujung-tepi

sebab dari kemarin
tegur-sapaku

menjadi takdir
perubahan zaman

menjadi salam penutup
lembaran abadi

adil-makmur


kampus unhas makassar, 14 september 2005