23 September 2008
Hari ini Melawan, Esok Siap Dibekali Kafan (Mantra Tolak Takut)
darah dan airmata
sudah habis kutumpahkan
di penyesalam yang kemarin
dan sekarang...
sekarang jika engkau ingin melihat
wajah-wajah ketakutan berderai airmata
takkan lagi bisa kau saksikan
dari wajahku
pun dari wajah rakyatku
yang selama ini kau hantui setelah kau tindas
detik ini, gelombang kesadaran
dan roh nabi-nabi telah merasuki
tulang dada kami
tembok baja sekalipun akan kami tabrak
bahkan kematian akan kami lawan
darah..
nyawa...
darah dan nyawa ini bukanlah milik kami
juga bukan milik kalian
ini titipan Ilahi-Maha Pemilik
dan jika engkau masih saja jadi duri
penghalang gelombang kesadaran ini
akan kusiapkan diriku
akan kami siapkan barisan perlawanan
yang tak kenal mundur biar sejengkal
hari ini kami berkata tidak untuk penindasa
itu berarti esok kami siap dibekali
kafan
15 April 2003
(dibacakan ke-2 kalinya di rektorat Unhas, saat "preman" mulai meng-gertak)
kata mati
menghidupkanku
hanya akan jadi lakon horrible
dan bagi yang telah lama mati
tak ada ketakutan
selain hidup kembali
Makassar, September 2008
1 musim 1 cerita
aku tak berani senyum
aku takut kelam marah
melihatku berselingkuh
dengan matahari
dalam sunyi aku takut berbisik
kudengar semalam
keramaian mengintaiku dengan tatapan makar
biarlah aku terapung di sela-sela
belukar harapan
karena duri -pun jika diasah
ampuh menjebol kuasa yang perawan
satu musim
satu cerita
Makassar, September 2008
Promotheus
tak kutemukan namamu
di buku tamu
seperti pelangi
keindahan adalah akhir kisah-mu
kaukah bocah yang didustakan itu?
Makassar, September 2008
.......
sebab di wajah bumi
pemelasan tidak pernah mendapat tempat
hanya sangsakala satria yang mendapat tempat
hanya sangsakala satria yang mampu
mengubah wajah dunia.
Apa kabar hari ini sahabat..
(anonim)
Ramalan Cuaca
hujan takkan datang
semalam
aku dapat sms dari langit
awan pisah ranjang
dengan mendung
Makassar, 10 September 2008
dostoyevsky
gelanggang telah sepi
pandawa tertidur di pangkuan kurawa
kurawa tertidur di pangkuan pandawa
iblis
ada
malaikat
tersenyum
haru
Makassar, 10 September 2008
08 September 2008
me-latah
sebelum bermimpi
meraba tanda zaman
dengan bisikan mesra di kuping rerumput kering
pada kumpulan prihatin
yang melata di ujung mata
ayo kita sama melata
mengendusi watak reptil
dengan bisikan gairah kebaruan
pada perjalanan tanpa akhir
ayo makhluk gila yang melata dan dihinakan langit
bersatulah menghapus dosa
karena esok milik siapa saja
termasuk kita
yang belajar gila
dan melata
stop! jadi bangsa pengutang
kosakatanya pun mulai pudar di kamus anggaran
rakyat tak boleh manja-katanya
rakyat tak boleh cengeng karenanya
biarkan rakyat belajar berdagang
memperdagangkan moralitas yang nyatanya memang telah tergadai
kepada rentenir
kepada kapitalis-kapitalis laknat
stop! kurangi dan hentikan subsidi rakyat
jual apa yang bisa dijual
janjikan apa saja yang bisa diobral
asal kita bukan bangsa miskin
asal bantuan tetap mengalir
asal rakyat tetap sabar tak banyak omong
asal stabilitas tetap terjaga
asal-asalan…
kita pasti masuk surga
ya tentu surganya bangsa kere
bantuan luar negeri-pembangunan-demokratisasi
itu utang luar negeri yang harus dilunasi
secepatnya atau teken kontrak lagi
tambah utang – tambahkan waktu
kepada mesin-mesin raksasa negara kapitalis
menguras bumi tebangi hutan
dan menggerayangi gadis-gadis perawan desa?
stop!
berhenti jadi bangsa pengutang
robek saja kontrak yang tak pernah diteken dan dinikmati
nenek moyang pejuang kita
bukan utang anak cucu kita
tapi utangnya pedagang bangsa
utangnya kaum yang memelihara penjaga
pagar berkawat kejam
utang dari membeli senapan pembunuh rakyat
stop!
berhenti jadi bangsa pengutang
karena bumi ini kaya raya
rakyat pun kuat bertani
biar tak makan keju
cukup singkong bakar di perut
asal pabrik-pabrik milik sendiri
asal sekolah-sekolah milik sendiri
asal jangan mengutang lagi padarentenir-rentenir kapitalis
rakyat pasti temukan surga
memerdekakan surga yang telah mereka pindahkan
dari kepala-kepala kaum timur
stop! jadi bangsa pengutang
atau berhenti jadi bangsa
menjadi bangsat
bulukumba, 2 november 2005
raungan martir
kokoh tak-kan terbelah
tak ada keluh
tak ada penyesalan
sebab jihad adalah nurani perjuangan
meski angin berhembuske lain arah
pantang berpihak pada berhala sesat
hei rezim haram jadah
serapahmu adalah pemantik darah muda
kukobarkan perlawanantak kenal usai
aku melawanmu!!!
hei rezim terkutuk
penggal kepalaku
alirkan darahku untuk hijau dedaunan
yang kurus terisap
hingga kami bergemeretakan
menyongsong sabda putih revolusi
maka jeritan itu tak sia-sia
pondokan tak bernama-makassar, 20 juli 2004
di pengasingan aku masih teriak lantang
dan mencampakkan baranya biar bumi jadi beku
bekukan darah yang mendidih marah
marah yang tak tertumpahkan
aku ingin mengencingi rumah tuhan
hinggamereka jijik menyembah-nya
dan menjambakku seperti kecoa
kecoa yang tak lagi geram dengan penindasan-pengisapan
hingga mereka jijik pada tai mereka sendiri
dan membelah perut-perut buncitnya sendiri
diri yang tak lagi memiliki tumpukan jasad
hingga mereka tak lagi berbakat maling
aku ingin merobek-campakkan sayap lalat
biar tak ada lagi kabar busuk
dari mulut-mulut busuk yang didandani janji1001 malam
yang nyatanya adalah tai dan omong kosong
aku ingin jadi diri yang tak dimiliki siapapun
oleh apapun yang menjual
membeli, mengklaim, memfitnah
biar diri-diri yang lainnya
tak lagi ragu
satukan diri ceraikan kesendirian
pada barisan tegar yang menabrak duri
tanpa segan singkirkan tirani kafir
aku ingin secepatnya tak lagi ingin dalam harapan
dalam impian hingga berontakku
berontak kami
temukan jalan sepanjang makna
atas nama nafas yang menanti mati
makassar, 14september 2005
terlipat dalam gulungan
di tua-keriputnya alur yang kemarin
untuk memenggal warna yang tak se-ibu
ini dunia dahaga
dunianya mustadh’afin yang menanti percikan api berontak
disulut ke bumi tanahberpijak
sambil berayun di tali langit – lauhul mahfuds
sabarlah
pendamlah birahi mudamu
sebab kawanmu masih terlipat dalam gulungan
cetak biru yang merekahkan bara menjadi nyala
di padang gembalaan cita
yakinlah
duniamu menjemputdamai
makassar,30 januari 2005
pahlawanku kurus-dekil
yang hitam-bau
dengan pena pinjaman dari kawan
sesama miskin
mencoret-coret abjad
memainkan aljabar takdir
dia kawanku
pahlawan tak bermedali
yang membaca takdirnya dengan jujur
sebelum pulang dan berendam di sumur asal
dia kawanku
pahlawanku yang kurus
dekil
tak mampu beli air yang terjual
tanah yang terjual
dia kawanku
yang miskin
karena menolak dijual
atas nama cinta
selain-nya
makassar, 2januari 2005
yang tersisa oleh penggusuran
tanpa deringan sirene yang kemarin
mengoyakkan telinga-hatiku di atas ambulans
yang disertakan patroli
12 orang terluka 1orang meringkuk
di ruang interogasi
pengap
malam menyentakku geram
memandangi kelilingan tubuh gelandangan
yang ditambah kawannya siang tadi
setelah pak hakim mengetuk-ngetukkan palu
dan disambut derapan kaki polisi yang mirip
herdernya
berkepala
dengan otak yang mengetuk-ngetukkan jarinya
di sela-selakalkulator sehabis menghitung omset
yang ditulis di balik lembaran urban licin-kemilau
aku gerah tak bisa tidur di negeri bangsat ini
karena di gedung dekat ujung hidungku bursa keadilan melelang roh-ku
yang telah dipentungisi kumis
yang telah dimantraisi jenggot
hingga pagiku diusik lapar
kawan
malamku telah dirampas tahajjudku telah tergusur
ta’da lagi do’akhusyu’ semilir pun menghilang
hingga yang tersisahanya puing
kardus tidur gelandangan baru
dan letupan napas birahi perlawanan
bulukumba, 21-23 januari 2005
mantra-mantra revolusi
lalu kupatuhi jalanku
bergemuruh di barisan tak berongga
menggertak terompet perang
makassar,januari 2005
darikades sampai presiden*
suara oleh rakyat
tapi…
kemerdekaan
masihkah untuk rakyat?
sudahlah
jangan ngigau
padi itu memang dari rakyat
sarden itu memang dari tambak rakyat
tapi kembalinya pada rakyat
tinggal ampas
tinggal tulang
karena dagingnya
sudah dikelupas
oleh perut buncit tak kenal kenyang
sudahlah
jangan pura-pura kaget
kita semua paham
meski pancasila masih terpajang
di museum
di wc
pengisapan
korupsi
masih menggerayang
dari kades sampai presiden
makassar,2 januari 2005
*dukacita klepto-raya indonesia
panggilan masa
langit memerah, usap matamu bangun
lekas ambil air siramkan pada dedaunan
segar
dengan atau tanpa qunutmu
lalu kokohkan kaki singkirkan tikar
bangkit!!!
…..
2
si bulat panas enggan ke dingin
redupkan teriknya di kulit gosong
tekuklah lututmu
lalu tundukkan kepala sungkemi bumi
sujud…..
…..
3
renta tersambut kelam
mengaduh lirih dengan berkicau
duhai sang uzur, kiranya mati kapan menjemput
sebab hamba tak lagi ragu
darah penghabisan
kami haturkan
lakukan itu tanpa bencana
pampang 2makassar, 15 juli 2004
pusaran
titik-titik
kecil-besar
di mana kau
berdiri
untuk satu yang pusat
kau tenggelam
atau melayang
di pusaran
semestanya
lautan raya, 12 agustus 2004
nyamuk
sehingga membencinya sekejam nista
ataukah malah cinta padanya?
tentu saja dengan asap
pertanda dupa menyiram bara
nyalilah wujud bicaramu
untuk menggoreng segala mentah
sambil mengisap rokok di punggung lintah
arungi comberan penuh jeritan
luka….
usirlah….
asap itu dari hidungmu dengan tepisan
biar jauh bau pengusik
sebab kita semua bernyali nyamuk?
makassar, 3 desember 2003
saung
resahan cinta setulus pagi
yang mengantarkan terik membakar peluh
didihkan daun di taman merdeka rakyat berpesta
gigit sekali lagi bibir telungkup-teratas
biar tak jera melepuhkan kata
revolusi tiada akhir…!!!
sebab pesan itu pasti bergema
dari bukit ke lembah pengatur kaki setelah risau
bersambut pekikan…rakyat!!!!!
makassar, 6 desember 2003
tak bersarang
terbang mencari dahan
sambil kenali ranting berpucuk hijau
sisakan badai di kepakan sayap
geram….
cengkram sepi
tapi hujan memaksa berlindung
pada rimbun
sambil kenali reda prahara hati
menunggu jelmaan medusa
datang menabur janji
berleha-leha di rakit
bersangga ombak
duhai…sarangku
lirih rajawali meratapi pagi
ramsis unhas makassar, 5 juni 2004
berhala-berhala (sabdaku)
terendam dalam rawa
aku tetap lantang teriak pada engkau
wahai berhala-berhala
“kafirku untukmu!”
dan meski dada kerempeng
berhias sabetan belati
berkawan tangan yangbuntung
termakan rayap
aku tetap lantang teriak pada engkau
wahai berhala-berhala
“kutuklah aku”
atau engkau sendiri yang teriak:
“kafirkanlah aku dengan kutukan-mu!”
puisi di ‘persembunyian’,
pampang 2 makassar, 15 juli 2004
mulut terbekap misai
dari kaki langit lembah harapan
bercerita tentang bayonet
di ujung ujaran
tak segan
pada malu
yang selaiknya semua bermilik
seringai pun tak jadi perkara
ketika misai jadi bemper
tak biarkan lemper
melepuhkan hasrat
sebab tutur
mesti terolah baku
lihatlah misai itu
membekap mulut
erat berpadu
dan bau busuk terhalang
sudah uzur
untuk bebas bercumbu bangkai
tamalanrea-makassar,31 oktober 2003
sabda putih
cairlah segala beku
runtuhlah segala tembok kesombongan
dan mengalirlah sungai kering
dari ladang ke rumah raksasa
sebab itu jangan ingkari
datangnya rusuh sembilan hitungan
sebab jika pasar ditata semrawut
maka pipit berkicau ramai
sambutlah…..
songsonglah sabda itu
dengan keraguan mendalam
kemudian kokoh yang menghunjam
di teriknya revolusi membakar daun
untuk makanan esok
makassar, juli 2003
kedengaran indah
yang menumbuhkan tongkat jadi tanaman
sebab subur katanya indah
sebab syukur katanya ikhlas berkata
di sini negeri impian
yang mana nyawa tak jadi soal
yang melayang setiap saat
sebab perut lebih utama
kemudian syahwat
aku bukan penduduk negeri
sebab mereka
tak merelakanku mengusik
dengan syair di air gurun
lagu merdu kedengaran indah
makassar, 28 agustus 2003
sekarat
di kepala yang nyaris memar biru
tak merata
hangus
kutatapi jendela
nyamuk menembus kasa
mengisap
kemudian mencampakkanku di langit-langit
aku sekarat
lima menit lewat delapan detik
kupapah diriku dengan seretan
seutas rotan
meski isi perutku membuncah
tergenang keluar dari pembaringan
tetap terinjak kaki kiriku oleh kaki kiri
yang lain
lima menit
lewat delapan detik
aku sekarat
ramsis unhas tamalanrea-makassar, 17 agutus 2004
akkhh…!
sebabkita bukan kecoa
yangtak mesti bersorak setelah kenyang
katakan dengan jujur
tentang teriakan itu
jangan pendam dengan gelora
sebab mencangkul adalah doá kepada alam
untuk keselamatan perjuangan
katakanlahitu sekarang
makassar, 18 agustus 2005
bodoh…!!!
si merah cari uang
dengan bijak
dari kemarin
dengan bijak kita setor upeti
untuk si merah yang pintar
atas nama kewajiban
kemudian hak
aku inginkan diriku bodoh
tentang latar keadilan
pada dialog pembebasan
pada si lurus yang patah
di tikungan
dengarkanlah hari ini
ketika
si musang tertawa mengakak
makassar, 13 agustus 2003
menapak hening
debat tentang dekat mendekap
dalam
hati yang menggenggam
lirih dalam barisan
di hening resah
dalam
tapakan rindu yang mengoyakkan
bulukumba, 19 agustus 2003
duduk-duduk
naik-turun
lalu kembali ke latar
dengan abu rokok
dan kopi
tukar berganti
dalam kesamaan nasib
ini dunia penyitaan
atas sibuk hilir-hulu
setelah bosan disantap masa
kampus unhas-makassar, 28 desember 2004
akubenci elitisme
segelintir binatang bermufakat jahat
selewengkan kuasa yang dititipkan massa rakyat kepadanya
oligarki…oligarki
segelintir elit tertawa menang
senang melihat rakyat bersabar
dalam kemiskinan
dalam pembodohan
oligarki…oligarki
pemilu bohongan partai penjahat
merajut janji mengobral mimpi-mimpi
yang nyatanya bohongan
sengsaralah rakyat oleh sistem keblinger
dan pilihan yang tak banyak
jadilah aku benci elitisme
yang lupa daratan
lupa rakyat
lupa keterlupaannya
bulukumba, 1 november 2005
rapat-rapat
mereka tertawa
hi..hi..hi
ada yang cekikikan
hrrghk…hrrrghk….
pun tercekik
suara-suara
gemuruh
dan kilat
pun bersekongkolpetir
dalam cekikan
cekikikan
makassar, 23 desember 2004
kawan, datanglah!
aku rindu
ingin berpelukan
dan mengakrabkan cacing-cacing
di perut kita
kau kemana saja
menghilang seolah tak berbeban
kawan, datanglah!
atau aku yang mendatangimu
makassar,november 2004
kaum miskin, majulah !
melepuh dalam bara
dan kulit-kulit terbakar gosong
menanti rerumputan marah
beras-beras yang terbagi di pembuangan
perut kempis teratur
jelas, itu maunyarezim
bangkit!
telan bara itu dengan nadimu
dan ikhlaskan dirimu
akrab dengan dosa
makassar, 23 november 2004
lahirkanlah, ibu; puisi untuk ibu
rahim terkoyak
tersembullah jeritan si orok
menantang sembilan hitungan
dengan tangan terkepal bulat
utuh
si ibu menyeringai
serigala melolong mesra
menatapinya di balik matahari
dengan birahi
melihat si hijau menetek mesra
jangan….
jangan….
jangan relakan ia diasuh dajjal
yang memasak bubur dengan tangan dekil
yang menciumi budak
sambil tangan membanting kompor
untuk janji 1001 malam
jangan….
jangan…..
lihatlah si orok menolak bapak
karena mulutnya bau asbak
habis sidang di gedung tingkat
jangan…
jangan….
jangan-jangan
makassar, 21 desember 2004 pkl.13.11 wita
matahari ganti kulit
matahari mengelupas
ozon menggelepar
dan rembulan megap-megap menyibak mendung
ini perjalanan masa
di mana kita tercekik penjara
tunduk
meski lenguhan sesekali menegur lirih
setelah itu bungkam
lihat, matahari sedang ganti kulit
karena gerah dikerangkeng ambisi
dan kerak itu
pun terbuang
dalam bingkisan tsunami
dalam bingkisan kertas minyak
dalam tumpukan meja hijau
dan koreng itu
pun melepuh
pada dendam
pada birahi alam
yang kemarin tak terbalaskan
lihat, matahari sudah ganti kulit
sekarang lagi berendam
bersama tumpukanroh-roh
yang melayang dengan kaget
mendengar jeritan terompet
pada pengantar doá makan
ini perjalanan masa
di mana kita harus berendam
atau direndam
makassar, awal januari 2005
dengarlah teguran sabda alam
kenapa mesti rakyat miskin ikut terseret
mereka kan tak ikut korupsi?
seperti bapak-bapak yang di sana
jikalau ini tamparan
tegakah tangan itu menjamah pipi mungil si bayi
dan keriputnya dahi si tua
tidak..tidak
ini bukan petaka
bukan pula karena kita tidak ber-uang
untuk beli seismograf
atau mencairkan pundi-pundi beku
karena minyak mencekik
ini sabda alam
yang mengambil jatah gizinya
setelah bosan
dikuras…..
dikencingi…..
dandisanjung-manis
dengarlah
teguran sabda alam
jangan lupa sikat gigi sebelum membaca
makassar, 26 desember 2004
menanti pagi yang terang; balada tentara makan tentara
sejarah nenek moyangku
hingga tak lagi tegak
condong ke barat dan nyaris roboh
tali kekangnya pun sudah renggang
oleh rayap-rayap yang bergerombol
segerombolan tentara yang kemarin siang dimaki massa
merayap dengan senapan siap tembak
menjaga demarkasi-mengintai musuh
yang juga merayapterbata dengan bata di tangan
dan sabit di pinggang
tiang bendera tiba-tiba meludah kecut
resah
pilih rebah ke barat menaungi rayapan
bata-sabit?
di pagi yang merdeka
merdeka yang kepagian
makassar, november 2004
coret-coret
hi..hi..hiii…
ihik…ihik…ihik…
ihhik…ihhik
huk…huk…huk
hhuk…hhuk
akkhhh…
tamalanrea-makassar, 23 desember 2004
jum'at berdarah
menyala sirene marah
dari moncong terkokang siap memangsa
manusia makan manusia
entah kapan catatan ini terisi
dengan limbah
dengan sampah
dengan sumpah
dengan serapah
pp…..puah
kita memang selalu amnesia
setelah pura-pura insomnia
kalau ini hari jumát tak boleh berdarah
kecuali tuhan menghendaki?
pp…..puah
pahamilah keadilan
ini hari jumát
makassar, 31 desember 2004
meski aku bukan bunga yang takut layu dan tercabut akarnya
dan tercabut akarnya
tapi jangan lupa siraman penyegar
di teriknya bara ini kami nantikan
bukan diam, ejekan atau fragmentase
meski aku bukan bunga yang harum
pengisi taman cerita heroik
tapi jangan lupa aku bukan parasit
seperti mereka
yang harus diganyang hingga binasa
meski aku bunga yang tak lagi mekar
perawan
tapi jangan fitnah aku sebagai pelacur
sebab aku tak pernah jadi anjing
yang menjilati pantat bernanah
kaum tiran
meski aku bunga harum
memabukkan
tapi jangan terlena
tertidur
tertipu
oleh fantasi, kenangan dan bualan
makassar, 15 september 2005
Pesta Buah di Rumah Nenek
memaksanya cepat ranum,
hanya akan merusak taste
lagian, kita butuh banyak karbit high quality
tapi, menunggu ranum di pohonnya adalah kerja melelahkan
waspadalah,…batman lupa melepaskan topengnya di siang hari.
kita sedang mempertaruhkan darah.
Saatnya mengintai senjadi balik bukit
kutunggu kau di sudut resah
10 Agustus 2008
Engkau, Pilihanku yang Terakhir
air mata belum lagi terpisah lama dari isakan
ketika engkau datang membawa kabar kehendak langit
melalui sapaan petir di tengah terik matahari
membakar keringat di penggorengan nasib yang tak
kesampaian bahagia
belum cukup rasanya dahaga kerinduanku padamu
atas pergimu setelah kau sedot habis pundi-pundi
harapan
dengan selang bijakmu yang tak kenal janji
engkau datang lagi dengan bisik mesra
sekerat roti demi sebongkah kerelaan
belum cukupkah dakiku kau ambil
demi rautan wajah cantik dan tubuh molekmu
hingga kau datang lagi mengiris keratan daging
bibir mungilku
dengan sejuta rayu janji tentang kebersamaan?
aku merasa seperti seutas tambang yang terkuliti
hingga menjadi lembaran-lembaran cacing tak
bertenaga
terhempas sepoinya angin dunia
tak berpijak tak bernaung
aku memang masih mencintaimu
sangat mencintaimu
tapi perlakuanmu padaku membuatku sesak
dan tak habis pikir dengan persetubuhan kita
yang tak pernah bahagia di ranjang kebersamaan
birahiku meledak-ledak sendiri ketika engkau
dengan angkuhnya berlalu
setelah menabur keriangan di masa muda kita
aku ekstase dalam ketak-terjangkauan klimaks
aku merangkak di tikar ketidak-puasan
aku ingin tetap selalu mencintaimu
tapi sayangnya engkau terlanjur menjadi pelacur
meski aku tetap tak bisa membencimu
karena aku terlanjur menjadi kekasih persetubuhanmu
dengan datangmu membawa kabar kehendak langit
aku tak lagi bisa menimbang pikir
lebih baik aku mati bersamamu
bersama kebinalan janji-janjimu
bersama harapan-harapanku yang tak kunjung tunai
bersama kita bisa mati sama-sama
yakinlah kita semua akan binasa kok
BTN Antara C5/5-Makassar, 16 Mei 2008, 23.53 wita
Adios!?
Adios!
Ini
ucapan ternikmat kepada malam yang telah menelantarkanku di kedinian
pagi. Meski remeh dalam melatahkannya, tak semua mampu menelan apa
yang telah usai terkunyah masa.
***
Seniorita,
Aku
tak terlampau peduli, entah sampai kapan lakon-oral itu menelikung
kita dalam peruntungan takdir yang menjerat. Memang, Tuhan tak sedang
bermain dadu apatah lagi sedang bergaduh menertawakan kejenakaan
bumi. Ia, konon dari kumalnya al-Kitab, malah sangat care
menelongsorkan tangan-Nya meski harus
membelai duri dan menetaskan ceceran darah dari luka yang telah
dijilati lucifer,…terkaratkan
dan usai. Maka dari lebatnya kumis Nietzhe mengalirlah air liur ratapan, tuhan
telah mati. Sekali lagi aku ikut berkabung di redupnya malam,
menjelang pagi yang menghardik pementasan. Tentunya penopengan kita
atas nama ideologi adalah penyandaran profesionalisme
”yang terpahami”, setidaknya dari
perbincangan-perbincangan kita sejak dari terbitnya matahari yang
kemarin.
Seniorita,
Aku
sudah terlampau tabah untuk tidak sering ber-jejalan
di halte-halte, menghadang truk-truk besar yang konon di dalamnya
terbungkus matahari dengan keju, tawas dan kondom. Aji
mumpung memang teramat lembut untuk
dikunyah, tapi itu buat mulut-mulut yang tega mencret tanpa celana
dan membiarkan jantungnya dikunyah stroke.
Maka kurelakan kakiku menelusuri jalanan panas berdebu, menyinggung
nurani traffic light
yang banyak dikedip-kedipkan di koran-koran, televisi dan pasar
moral. Aku memilih tak berlabel dan tak berharga ketimbang terjual!!.
Seniorita,
Jikalau
aku bertanya, “mengapa tak kau tepis juga tangan kekar yang
menjamah kemaluanmu itu?”, tegakah seniorita
menepiskan lagi (tanyaku ini) menjadi
sekumpulan kata prihatin tentang pembungkaman yang didiamkan!?.
Ah…seniorita, bahasa
kita terlampau pelik untuk lugas dalam kejujuran menjawab pertanyaan.
Basa-basi sudah bukan barang basi lagi. Kan ada fresher
dan bahan sintetik yang mampu
mengawetkannya. Ditambah lagi dengan operasi plastik serta injeksi
silikon pada kelamin kita. Segalanya menjadi instant
dalam keruwetan
kabel-kabel sibernasi. Pun tulisan ini
terperangkap di dalamnya.
Tapi
seniorita,
Jangan
coba-coba ber-milik kehendak untuk berpaling. Lehermu sudah ditumbuhi
paku dan kawat berduri penahan massa berontak. Tak ubahnya herder,
matamu memang masih sering menjilat
empati tapi syaraf simpatimu telah dijadikan tali jemuran kulit-kulit
domba yang dianggap deviant.
Aku pun mulai jijik padamu, seniorita.
Sungguh, aku ingin menjambak rambutmu,
tapi tidak sebagai halnya jambakan di masa kecil dulu.
***
Jujur,
aku tak pernah menyangka secepat itu gelombang dera dititipkan oleh
majikanmu, terlebih ketegaanmu menerimanya hanya karena seniorita
nge-fans berat dengan Abraham
Lincoln dan
rindu sayatan tangis.
Aku
sangat kaget seniorita. Terlampau
sempit waktuku menjamah penyelesaian acaknya puzzle
ini, sebab pagi sudah mengintai dan
menembakku jatuh. Roboh tanpa label, tanpa harga.
Adios,
seniorita!
Makassar,15 Februari 2005, 04.41
wita
kata pengantar perlawanan; untuk anakku yang senantiasa terlahir dan mencipta
salam damai hanya
bagi revolusioner muda
yang tegar menantang
zaman
kutukan binasa untuk
ketidakjelasan sikap
yang sembunyi di
balik ketiak kekuasaan tirani
laknatullah ‘alaih
ini jimat sakti dari
kawah deritanya kaum miskin-papa
dari jeritan lukanya
petarung tangguh
yang mencengkram bara
kesaksian
kesaksian sejarah
para nabi
ini skripsi ampuh
intelektual pemberontak
yang ditulis di
sela-sela perihnya pedagang kecil disantapi urban-industri
yang ditulis di sela-sela
amukan pentungan aparat pecundang
tentang terkaitnya
makna pada kata
perlawanan ideologis
atas rezim fir’aun, rezim bal’an, rezim qabil
laknatullah ‘alaih
pengantarku adalah
barisan seram
mimpi buruk bagi
tirani
pengiringku adalah
barisan kata perlawanan
tak berujung-tepi
sebab dari kemarin
tegur-sapaku
menjadi takdir
perubahan zaman
menjadi salam penutup
lembaran abadi
adil-makmur
kampus unhas makassar, 14 september 2005